Yunita Kirnawati

Guru SMA Negeri 1 Tanjungpinang Kepulauan Riau...

Selengkapnya
Navigasi Web

BULLYING (THE SILENT KILLER)

Tantangan hari ke enam

#TantanganGurusiana

Jantung saya berdesir membaca judul di atas. Bagaimana tidak, makin hari makin banyak kasus bunuh diri remaja yang disebabkan oleh bullying atau intimidasi. Beberapa saat lalu di luar negeri anak laki – laki umur 14 tahun bunuh diri karena tidak tahan sering diejek oleh kawan – kawannya. Di Indonesia juga tak kalah banyak kasus bullying meskipun tidak semua berakhir dengan bunuh diri. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari tahun 2011 hingga 2016 ditemukan sekitar 253 kasus bullying, terdiri dari 122 anak sebagi korban dan 131 anak sebagai pelaku. Berdasarkan data UNICEF tahun 2016 sebanyak 41% hingga 50% remaja Indonesia mengalami cyber bullying. Pada tahun 2017 Kementrian Sosial mencatat sebanyak 117 kasus bullying. Betapa mengerikan. Kurang lebih empat hari yang lalu viral berita siswa bernama Nadia umur 14 tahun bunuh diri di sekolah dengan cara melompat dari lantai tiga karena merasa dibully oleh teman - temannya. Dan dua hari yang lalu berita di sebuah koran lokal, siswi SMK di anambas memutuskan berhenti sekolah karena merasa dibully oleh guru agamanya.

Bullying merupakan silent killer atau pembunuh yang datang tanpa disadari oleh pelaku maupun korban. Berawal dari gurauan, makin hari gurauannya makin intens. Lama – lama si korban merasa tidak nyaman dan terganggu secara psikis. Tambahan lagi tidak ada tempat untuk berbagi kegalauan. Maka bunuh diri dianggap sebagai solusi dari masalah. Apa yang salah dengan perkembangan remaja saat ini?

Jaman sudah berubah, pola asuhpun berganti. Dulu sebagian besar anak diasuh oleh ibunya sendiri. Seiring kemajuan jaman, banyak ibu menjadi wanita karir sehingga membutuhkan orang lain dalam mengasuh anak. Tidak ada yang salah dalam hal tersebut. Namun terkadang kesibukan orang tua menyita sebagian besar waktu mereka sehingga anak kehilangan tempat untuk berkeluh kesah. Maka anak mencari tempat untuk bisa curhat, seperti pada teman, saudara, kerabat, atau malah lebih menyibukkan diri dengan kreatifitas individu tanpa berinteraksi dengan orang lain seperti melukis dan sejenisnya.

Merujuk pada kasus bunuh diri yang terjadi belakangan ini, kebanyakan pelaku merasa kehilangan tempat berkeluh kesah. Banyak hal yang menjadi penyebab, seperti perceraian orang tua, orang tua terlalu sibuk, permasalahan ekonomi keluarga, si anak tidak mendapat tempat dalam pergaulan dan lain sebagainya. Pertanyaan saya apakah serapuh itu anak – anak sekarang? Padahal guru agama dan guru mengaji selalu memberi siraman rohani. Sebagai guru apa yang bisa kita lakukan? Karena tidak semua keluarga bermasalah bersedia dikulik kondisi keluarganya.

Unsolved mystery...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

20 Jan
Balas

Terimakasih bu

21 Jan



search

New Post