Yunita Kirnawati

Guru SMA Negeri 1 Tanjungpinang Kepulauan Riau...

Selengkapnya
Navigasi Web

FIKSI versus NON FIKSI

Tantangan Hari ke empat

#TantanganGurusiana

Membuat karya tulis ada seninya. Baik karya tulis fiksi maupun non fiksi. Pengarang perlu memahami seni memilih kata, seni merangkai kalimat, seni menciptakan suasana sesuai alur yang diinginkannya.

Pada karya tulis non fiksi, penulis perlu memikirkan pilihan kata yang pas dan cara merangkai kalimat yang tepat, tidak perlu memikirkan alur dan suasana karena tulisan tersebut bersifat fakta dengan bahasa yang lugas. Biasanya tulisan ini kita temukan pada karya tulis ilmiah, makalah, jurnal dan sejenisnya.

Sementara pada karya fiksi, pengarang harus mampu membangun suasana dan alur yang membuat pembaca masuk dalam suasana yang diinginkan. Tidak sedikit fiksi yang berisi cerita seolah – olah hal itu benar terjadi. Padahal hanya rekaan semata. Keahlian pengarang sangat dibutuhkan dalam hal ini. Karya fiksi ini biasa disebut juga karya sastra karena menggunakan kata – kata dan cara penulisan yang terkadang tidak biasa dan tidak ditemukan dalam penulisan karya ilmiah.

Beberapa waktu lalu saya membaca banyak komentar pada sebuah karya sastra. Sebagian memuji dan sebagian lagi mengkritisi. Sebagian pembaca memuji kemampuan pengarang menciptakan cerita yang bagus dan apik membuat pembaca terhanyut, sementara sebagian pembaca memberikan kritik agar pengarang tidak mengumbar aib sendiri ke dunia luar hal itu bertentangan dan agama dan juga tidak baik bagi rumah tangganya sendiri.

Saya berpendapat bahwa si pengarang adalah orang hebat. Ia sukses menggiring emosi pembaca sehingga hal itu terlihat seperti curahan hati pengarang. Terbukti dari cara ia memilih kata dan merangkainya menjadi jalinan cerita yang (seolah – olah) nyata. Saya juga berpendapat bahwa pembaca adalah orang – orang hebat yang mampu memahami cerita dengan baik sehingga seolah -olah berada dalam cerita tersebut. Namun yang perlu digarisbawahi adalah sebagai pembaca sebaiknya kita menempatkan diri di posisi yang pas. Tidak berubah menjadi penilai atau hakim. Hal itu bisa mematikan motivasi orang untuk menulis, atau malah akan menciptakan perang komentar. Kemudian pembaca perlu memahami bahwa dalam karya fiksi, tulisan yang ditampilkan bersifat imajinatif. Pembaca yang baik adalah yang menikmati tulisan orang sesuai porsinya. Jadi marilah kita belajar menjadi pembaca yang bijak. Jangan suka baper ya hehehehhe.

Semangat Literasi!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hehe iya bun. Terimakasih atas responnya. Semoga sukses selalu juga untuk bunda dan seluruh rekan yang tergabung dalam Gurusiana. Aamiin

18 Jan
Balas

Baper, boleh Bund, kalau bawaan laper, hehehe. Sukses selalu dan barakallahu fiik

18 Jan
Balas



search

New Post